PEGARUH BRICS (BRAZIL, RUSIA, INDIA, CHINA, SOUTH AFRICA) TERHADAP PEREKONOMIAN TIONGKOK

Pendahuluan

ALASAN PEMILIHAN JUDUL
BRIcs merupakan salah satu kerjasama internasional dalam bidang ekonomi yang di bentuk oleh 5 negara yang notabene perekonomiannya sedang meningkat pesat. Dengan perekonimian cina yang berada di peringkat kedua dunia saat ini, bagaimana cara cina menjadi sebagai negara anggota BRICS dalam mengatasi problematika ekonomi global. Karena yang kita ketahui sendiri bahwa negara anggota BRICS merupajan negara yang perekonomiannya belum stabil. Sehingga dengan adanya BRICS ini cina mampu menguasai perekonomian global dan mengalahkan hegemoni AS di dunia. BIRCS memunyai 5 anggota utama Yang mana negara tersebut yaitu Brazil, Rusia, India, China, dan afrika selatan. Negara-negara tersebut tergolong kedalam negara berkembang, hingga mempunyai tujuan yang sama untuk mengalahkan hegemoni negara-negara terkaya yang ada pada masa sekarang. Dengan demikian , Alasan pemilihan judul ini penulis ingin meneliti lebh jauh, manfaat atau keuntungan yang telah di terima oleh china ketika sebagai anggota dari BRICS. Dan bagaimana peran cina dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagai anggota BRICS. Juga cina telah mendapatkan banyak keuntungan ekonomi setelah bergabung dan menjalankan tugasnya di BRICS.
LATAR BELAKANG
Perkembangan pada era pasca Perang Dingin di dunia internasional mulai bergeser dari yang sebelumnya negara-negara berfokus untuk menjaga stabilitas politik dan keamanan, kini telah mengalami perubahan ke arah ekonomi. Hal ini yang mendorong  munculnya  isu-isu  dalam  ekonomi  politik  internasional. Terdapat beberapa persoalan penting yaitu, hubungan antara politik dan ekonomi, pembangunan dan keterbelakangan di dunia ketiga, dan sifat luasnya globalisasi ekonomi. Dalam konteks tersebut, liberalisme ekonomi diimplementasikan dalam bentuk kerjasama ekonomi baik bilateral maupun multilateral. BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa) merupakan kekuatan global yang sedang tumbuh (new emerging global powers). Menurut Jim O'Neill dari Goldman Sachs, alasan didirikannya kelompok tersebut karena pada tahun  2050  gabungan  ekonomi  negara-negara  ini  diprediksi  akan  mampu mengalahkan  negara-negara  terkaya  yang  saat  ini  ada  di  dunia. 
Dalamhal ini tiongkok sebagai negara dengan perkembangan ekonomi yang sangat pesat, tentu selalu mengambil peluang yang ada demi menumbuhkan ekonominya.  Pada saat ini pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang terus melaju pesat membuat dominasinya dalam BRICS semakin kuat. Ukuran dan kekuatan nasional Tiongkok menjadi semacam hegemoni yang tak dapat terhindarkan dalam BRICS. Dominasi Tiongkok dalam forum ini dapat dilihat melalui berbagai aspek. Salah satunya dan yang paling mencolok adalah Growth Domestic Product (GDP) Cina yang melebihi $1,5 trilyun, lebih banyak dari output ekonomi gabungan empat negara BRICS lainnya. Tiongkok menyumbang 40% dari seluruh pertumbuhan global selama lima tahun sejak tahun 2008.
Cina memang memiliki posisi teratas dalam hal kemajuan ekonomi di antara anggota BRICS. Dapat dikatakan bahwa keempat negara BRICS yang lain memiliki banyak masalah internal dalam bidang ekonomi. Contohnya, Brazil terbayang-bayang oleh depresi pasca penyelenggaraan Piala Dunia 2014. Afrika Selatan terus mengalami perlemahan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, ketergantungan besar pada sumber daya alam dan konflik berkelanjutan di Ukraina dapat membawa dampak ekonomi yang buruk bagi Rusia. India masih menghadapi permasalahan infrastuktrur.
Tiongkok pada dasarnya tidak memiliki pandangan yang sama dengan negara-negara BRICS lainnya ketika membicarakan tentang keinginan mereformasi lembaga keuangan global. Hal ini dikarenakan dengan sistem Bretton Woods yang ada saat ini Tiongkok telah bisa meraih pencapaian besar hingga berhasil menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Juga, sebenarnya Tiongkok ingin tetap menjadi sebagai satu-satunya negara Asia yang duduk di kursi tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun dengan heterogenitas kawasan asia dan perbedaan idealism, Tiongkok berhasil menguasai pasar asia dengan produk-produknya.

Rumusan masalah
Dengan demikian penulis menarik sebuah rumusan masalah  BAGAIMANA PEGARUH BRICS (BRAZIL, RUSIA, INDIA, CHINA, SOUTH AFRICA) TERHADAP PEREKONOMIAN TIONGKOK DI TAHUN 2013-2015?


Kerangka teori
Kepentingan Cina dan fenomena BRICS saat ini dapat dianalisis dengan pendekatan sistem. Tingkah laku Cina dapat diintepretasikan secara multitafsir karena tidak semua yang menjadi keinginan sebenarnya tercermin dari diplomasi atau pencitraan yang ia jalankan. Apabila menggunakan pendekatan reduksionis, kita akan menemukan banyak sekali kepentingan Cina, karena setiap kebijakan diterjemahkan sebagai memiliki kepentingannya sendiri, yang kemudian mempersulit kita dalam menemukan benang merah kepentingan Cina yang paling hakiki. Teori ini membantu memahami kepentingan Cina sesungguhnya karena Cina sebenarnya tidak jauh berbeda dari unit (negara) yang lain, yang mempersepsikan dunia sebagai lingkungan yang anarkis sehingga mereka punya kepentingan untuk (paling minimal) mempertahankan kemampuan bertahan hidup dengan meningkatkan kekuatan relatifnya. 
Menganalis tentang BRICS, bagi para peneliti yang menggunakan pendekatan reduksionis atau behavioral, mereka akan terjebak pada penjelasan sebatas BRICS merupakan kerja sama yang memberikan keuntungan ekonomi kepada negara-negara anggota. Pendekatan pada level unit tidak akan mampu menganalisis bahwa BRICS merupakan fenomena yang kerap terjadi dalam sistem politik internasional yang anarkis (sebagai upaya balancing secara kolektif negara-negara anggota, akan dijelaskan selanjutnya) dan tidak akan mampu menjelaskan seperti apa implikasi BRICS bagi AS sebagai hegemon dalam sistem internasional saat ini. Dalam pandangan neorealis, kerja sama internasional, yang sifatnya fleksibel dan sementara, dimungkinkan karena negara tersebut berpikir akan mendapat keuntungan relatif dari suatu kerja sama dengan aktor lain.12  Kerja sama BRICS dimungkinkan karena factor di atas. Negara-negara BRICS berpikir bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan relatif dari kerja sama tersebut, seperti keuntungan perdagangan, keuntungan status dalam berbagai perundingan, pengaruh yang lebih luas di negara-negara berkembang, dan kemampuan menahan hegemoni AS.
 Namun perspektif neorealisme, keefektivitasan suatu kerjasama internasional tidak dapat dijamin karena pada akhirnya negara-negara anggota adalah negara-negara yang mementingkan diri mereka sendiri. Itulah mengapa neorealisme memandang bahwa tidak ada kerjasama yang abadi, ia hanya sementara dan memiliki kemungkinan tidak efektif. 
Di dalam teori sistem, penjelasan tentang tingkah laku dan hasil dari tingkah laku suatu negara dapat ditemukan dalam struktur yang ada di dalam sistem tersebut, yakni di mana letak suatu negara dalam struktur sistem politik internasional. Struktur mempengaruhi tingkah laku aktor dalam sistem dengan cara yang tidak langsung, yakni dengan membatasi kebebasan tingkah laku unit-unit yang ada di dalamnya sehingga akibat dari tingkah laku tersebut dapat diprediksi. Dalam politik internasional, kejadian-kejadian penting sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan besar dalam struktur.13 Dalam konteks BRICS, negaranegara anggota membangun kerjasama untuk menahan hegemoni AS14 karena posisi mereka di dalam struktur sebagai great powers.15 Sebagai great powers, negara-negara anggota BRICS memiliki kepentingan agar AS tidak terlalu dominan dalam sistem internasional sehingga mereka perlu membangun kerja sama untuk mengimbangi (balancing) dan menahan hegemoni AS

Hubungan ekonomi BRICS di atas tidak terlepas dari yang namanya kerjasama internasonal dan juga tidak terlepas dari kepentingan nasional yang luar biasa besar. Jadi hubungan kerjasama selalu menjadi pilihan yang tidak pernah ditinggalkan oleh aktor-aktor hubungan internasional. Hukum internasional, organisasi internasional, hubungan ekonomi dan diplomasi adalah empat metode negara untuk selalu berusaha mengkordinasikan hubungannya secara konstruktif. Negara-negara menggunakan keempat hal tersebut untuk meningkatkan dan memfasilitasi interrelasi politik dan ekonomi mereka.

“Kerjasama merupakan suatu usaha antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.terjadinya kerjasama dilandasi oleh adanya kepentingan yang asama dimana landasan tersebut menjadi pijakan untuk memecahkan berbagai permasalahan secara bersama-sama melalui suatu mekanisme kerjasama. Dalam melakukan suatu kerjasama harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian tugas serta balas jasa yang akan dibawa” (Soekanto, 1990: 72).

         Dalam konstelasi Hubungan Internasional dewasa ini kerjasama internasional merupakan suatu keharusan yang wajib dilakukan oleh setiap Negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara dalam forum internasional.
“Kerjasama Internasional terjadi karena ‘nation understanding’ dimana mempunyai arah dan tujuan yang sama, keinginan di dukung oleh kondisi internasional yang saling membutuhkan kerjasama itu didasari oleh kepentingan bersama di antara Negara-negara namun kepentingan itu tidak identik” (Kartasasmita, 1998: 3).

. Kerjasama internasional sendiri merupakan proses utama dan interaksi internasional. Kerjasama internasional pada hakekatnya dapat dibedakan dalam empat bentuk, yaitu:
1. Kerjasama Multilateral
Hakekat dan kerjasama internasional yang universal (global) adalah memadukan semua bangsa di dunia dalam suatu wadah yang mampu mempersatukan mereka dalam cita-cita bersama dan menghindari konflik internasional.
2.      Kerjasam Regional
Merupakan kerjasama anta negara yang berdekatan secara goegrafis kerjasama jenis ini merupakan gagasan yang mulai dikenal pada awal abad ke 19.
3.      Kerjasama Fungsional
Dalam kerjasama fungsional, negara-negara terlibat masing-masing diasumsikan mendukung fungsi tertentu, sehingga kerjasama tersebut akan melengkapi berbagai kekurangan pada masing-masing negara.
4.      Kerjasama ideologi
Kerjasama ini merupakan alat dari suatu kelompok kepentingan untuk membenarkan tujuan dari perjuangan kekuasaannya.
Ada tiga motif dalam melakukan suatu kerjasama internasional, yaitu:
(Toma & Gorman, 1991: 384).
1.      Meningkatkan kepentingan nasional
2.      Memelihara perdamaian
3.      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi


Kerjasama internasional dilaksanakan guna meningkatkan hubungan bilateral antara dua negara untuk mencapai tujuan nasionalnya. Untuk meningkatkan hubungan bilateral antara negara-negara maka perlunya suatu kerjasama internasional yang baik dan adanya saling pengertian dan dalam konstelansi hubungan internasional dewasa ini merupakan keharusan yang wajib dilakukan oleh setiap Negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbagnsa dan bernegara tanpa mengabaikan kedaulatan dan hak-hak dari negara lain.


PEMBAHASAN

Terbentuknya BRICS
BRIC merupakan akronim yang diperkenalkan oleh Jim O’Neill dari Goldman Sachs, sebuah perusahaan perbankan dan investasi global, pada tahun 2001 di dalam artikelnya yang berjudul “The World Needs Better Economic BRICs.” Akronim ini digunakan untuk menunjuk Brazil, Rusia, India, dan Cina sebagai negara yang memiliki perekonomian yang sedang bertumbuh pesat dan merupakan tempat yang baik bagi para pebisnis dan investor. Latar belakang diperkenalkannya BRIC adalah untuk menstimulasi dunia investasi yang stagnan pasca 9/11 dan perekonomian G7 (Amerika Serikat (AS), Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Kanada, dan Jerman) yang telah jenuh. Menariknya, istilah BRIC ini kemudian tidak hanya dipakai secara eksklusif oleh dunia perbankan dan investasi, namun juga oleh para pemimpin negara, akademisi, jurnalis, dan lainnya. BRIC yang dua belas tahun lalu hanyalah sebuah akronim tanpa substansi politik, saat ini telah berkembang menjadi sebuah kerja sama multilateral antara negara-negara tersebut.
Akronim BRIC mulai diberi signifikansi makna ketika para menteri luar negeri BRIC untuk pertama kalinya berkumpul di New York pada bulan September 2006.  Pada bulan Mei 2008, para utusan diplomatik negara-negara ini bertemu di Yekaterinburg, Rusia, disusul dengan pertemuan tinggi formal yang pertama pada bulan Juni 2009, juga di Yekaterinburg. Pada pertemuan perdana ini, pemimpin-pemimpin BRIC berfokus membahas antara lain perbaikan situasi perekonomian global, reformasi institusi-institusi finansial, dan bagaimana negara-negara berkembang dapat lebih berperan di dalam urusan internasional. Setelah Afrika Selatan masuk menjadi anggota pada tahun 2010, yang mengubah akronim BRIC menjadi BRICS, sampai bulan Maret 2013 BRICS telah mengadakan lima kali pertemuan tingkat tinggi.

Pengaruh BRICS terhadap china

 Fenomena BRICS ini sangat menarik apabila dikaitkan dengan Cina, mengingat BRICS merupakan salah satu prioritas tertinggi dari politik luar negeri Cina saat ini. Dengan BRICS, Cina ingin menyatukan kekuatan kolektif negara-negara anggota untuk menaikkan profil dan pengaruh mereka di dunia internasional, lebih mendemokratisasikan tatanan dunia, dan menahan perluasan pengaruh hegemoni AS.5 Mengingat Cina semakin besar pengaruhnya di dalam politik internasional, kebijakan luar negeri negara ini yang menempatkan kerja sama BRICS sebagai salah satu prioritas utama menarik untuk disimak lebih lanjut.  Semakin besarnya pengaruh Cina dalam percaturan politik internasional tidak terlepas dari prestasi ekonomi, kekuatan militer yang semakin solid, dan promosi kebudayaan Cina yang semakin intensif. Saat ini, dengan PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar $7,3 trilyun, Cina berada di peringkat negara terkaya di dunia setelah AS dan terus bertumbuh. Standard Chartered dan Goldman Sachs memprediksikan besaran ekonomi Cina akan melampaui besaran ekonomi AS sebelum pertengahan abad ke-21 dan resmi menjadikan ia negara dengan perekonomian terbesar di dunia menggantikan AS.

BRICS akhirnya memutuskan mendirikan Bank Pembangunan sendiri menyaingi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Bagi china, dimasukkannya rencana pendirian bank itu dalam pertemuan ke-6 BRICS di Brasil merupakan kesempatan utama untuk meningkatkan kemandirian ekonominya dari dominasi Barat. Bagi china, pendirian Bank Pembangunan BRICS senilai 100 USD dan cadangan devisa (Contingent Reserve Arrangement/CRA) senilai 100 USD lagi merupakan kudeta politik, terhadap kemapanan ekonomi dunia dibawah kendali Bank Dunia dan IMF.

Pendirian CRA dan Bank Pembangunan yang direncanakan bernama New Development Bank (NDB) ini akan berhadapan langsung dengan dominasi IMF yang mempunyai aset 300 miliar USD dan Bank Dunia 490 miliar USD. Keduanya, selama ini, dinilai terlalu didominasi oleh ekonomi Amerika serikat beserta mata uangnya. China, seperti yang diungkapkan oleh Li Baodong, Deputi Menteri Luar Negeri, sangat mendukung Bank Pembangunan BRICS secepat mungkin untuk membuat jaring pengaman di BRICS. Sementara itu, negara-negara berkembang juga sudah terlanjur sering galau atas ulah Kongres AS yang selalu menolak penambahan dana di IMF untuk membantu negara-negara yang mengalami masalah ekonomi.

Negara-negara BRICS melihat momen ini sebagai kesempatan memajukan ekonomi masing-masing. Salah satunya adalah Cina, melihat momen ini sebagai peluang bagi pembiayaan di negara-negara berkembang, sebab krisis ekonomi di negaranegara berkembang, berimbas pada melemahnya ekonomi Cina.  Para pemimpin BRICS bersikeras bahwa kelompok ini akan menjadi sebuah kekuatan perubahan. Presiden Xi Jinping, menggaris bawahi semakin pentingnya bagi Cina untuk melekatkan diri dengan BRICS, dan karena itu menjadikan Durban sebagai tujuan pertamanya sebagai kepala Negara, meski dia mengakui bahwa kelompok Negara kekuatan ekonomi baru itu masih akan menempuh jalan panjang. Kekuatan BRICS mencapai 25 persen dari output ekonomi global dan 40 persen dari populasi dunia.
Pada KTT BRICS tahun 2016, Xi Jinping menekankan bahwa Cina akan bergandengan tangan dengan negara-negara BRICS untuk merumuskan cetak biru yang baru, karena corporate capitalism dianggap gagal, hanya menimbulkan kesenjangan sosial, dan ketidakadilan politik dan ekonomi.
Di saat yang sama, hadir tren Nasionalis Populisme, dan juga protes terhadap kapitalisme global, serta sistem demokrasi Liberal.
Xi Jinping menegaskan bahwa pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia masih rapuh. Perdagangan dan investasi global tetap lesu, kontradiksi yang mengakibatkan krisis moneter global, dan masih jauh dari penyelesaian. Cina menjadi Ketua BRICS di tahun 2017.
Xi Jinping menekankan, Cina menantikan upaya bersama semua pihak untuk melaksanakan kesepahaman yang tercapai dan meningkatkan hubungan kemitraan guna membuka lembaran baru kerjasama BRICS.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia yang masih rapuh, perdagangan dan investasi global masih tetap lesu, kontradiksi yang mengakibatkan krisis moneter internasional masih jauh dari penyelesaian, Xi Jinping mengajukan lima butir usulan:

  1. Terus mendorong reformasi struktural, memperbarui pola pertumbuhan, dan membina ekonomi jenis terbuka.
  2. Terus meningkatkan dialog Selatan–Utara, dan kerjasama Selatan–Selatan guna mendorong ekonomi global, mewujudkan pertumbuhan yang kuat, seimbang, dan inklusif.
  3. Negara-negara BRICS hendaknya bergandengan tangan dalam menghadapi masalah-masalah global, termasuk bencana alam, perubahan iklim, epidemi menular, dan terorisme dengan harapan dapat memberikan sumbangan bagi ketenteraman masyarakat internasional dalam jangka panjang.
  4. Terus meningkatkan representasi dan hak suara negara-negara New Emerging Marketdan negara-negara berkembangan guna mendorong pembinaan hubungan antar negara tipe baru yang kooperatif dan menang bersama.
  5. Berupaya mengembangkan dan memelihara dua mekanisme, yaitu Bank Pembangunan BRICS, dan Traktat tentang Pembentukan Reserve Darurat atau Treaty for the Establishment of a BRICS Contingent Reserve Arrangement dalam rangka memberikan jaminan kuat bagi perkembangan ekonomi negara-negara berkembang.

Bagi Cina, keterlibatannya dalam BRICS membawa beberapa manfaat dan kesempatan yang potensial. Yang pertama, grup transnasional ini mengizinkan Cina untuk meningkatkan hubungan multilateralismenya dengan kesempatan untuk berpartisipasi lebih luas dalam jangkauan global. Kedua, BRICS menyediakan kesempatan bagi Cina untuk memperkuat klaim bahwa ia adalah aktor global yang bertanggung jawab. Ketiga, BRICS memungkinkan Cina untuk memperkuat identitas gandanya sebagai negara berkembang yang mendedikasikan diri pada kerja sama Selatan-Selatan, sekaligus sebagai negara rising power yang sedang memperjuangkan reformasi global governance. Pada akhirnya, hubungan intra-BRICS yang semakin dalam memudahkan Cina untuk meningkatkan ikatan perdagangan dan investasi dengan negara-negara di kawasan. Cina juga kemudian menjadi aktor global yang memiliki pengaruh lebih dalam mengenai bagaimana pembangunan internasional seharusnya ditangani.
Tidak hanya memberikan dampak positif bagi china, sesama anggota BRICS pun mendapatkan keuntungan dari kerjasama anggotanya. Pada tahun 2002, omset perdagangan sesama anggota BRIC mencapai US$20 miliar. Jumlah ini mengalami peningkatan yang signifikan.  Pada tahun 2012, omset perdagangan sesama anggota BRICS mencapai US$282 miliar (Noury, 2013). Pada tahun 2012 menunjukan laju pertumbuhan ekonomi BRICS rata-rata GDP mencapai 4% pada saat Negara-negara kelompok perekonomia-perekonomian maju (G7) hanya berhenti di angka yang tidak seberapa yaitu 0.7%. Selain itu dalam hal investasi,   Afrika selatan menjadi sasaran investasi BRIC, khususnya China yang berinvestasi sebesar 115 miliar dollar AS sejak tahun 2010-2013, investasi ini merupakan investasi terbesar di wilayah Afrika Selatan. (Noury, 2013).



KESIMPULAN
Dengan penjelasan penelitian di atas tersebut, dapat di simpulkan bahwa BRICS memang bisa mendulang perekonomian lebih maju. Dilihat dari segi kerjasama ekonomi yang di jalankan semakin banyak dan berkembang ke seluruh negara-negara berkembang di dunia. Dan juga BRICS ini di prediksi akan mengalahkan eksistensi amerika, sehingga ini peluang terbsesar cina dalam  membangun perekonomian dan mengalahkan amerika serikat.
Dengan peluang brics ini Cina medapatkan banyak keuntungan, dengan lebih terkenalnya mata uang yuan sebagai alat tukar di saat melakukan kerjasama ekspor yang terjadi di setiap negara. Dan juga china dengan brics berharap mengalahkan eksistensi negara amerika dengan imf nya yang masih memperngaruhi kedaulatan negara-negara berkembang. China juga dapat lebih mudah menjalin kersamana ekonomi dengan negara-negara berkembang yang masuk kedalam organisasi BRICS.




Ahmad Syaifuddin Zuhri, (2013). BRICS dan Kekuatan Baru Ekonomi Global, 04 Mei 2013.

Andreas Becker/Carissa Paramita, BRIC Belum Mampu Pimpin Ekonomi Global, www.dw.de/bric-belum.../a-15653554 Anwar Shaikh (ed), (2007).

Globalization and the Myth of Free Trade: History, Theory and Empirical Evidence. New York: Routledge. Mirza Adityaswara, BRICS, E-7, dan Indonesia, Kompas.com, 27 April 2011. Muhammad Ridha, “Memahami BRIC” www.academia.edu/.../Memahami_BRI.. Prabhat Patnaik, (2009).  A Perspective on the Growth Process in India and China, dalam The IDEAs Working Paper Series Paper No. 05. Robert Rowthorn and Ramana Ramaswamy, (1997). Deindustrialization: Cause and Implication, dalam Working Paper of  International Monetary Fund (IMF).

Share this article :
+
Apakah Anda menyukai postingan ini? Silahkan share dengan klik di sini
Unknown

TravelZones adalah portal berita Travel untuk mengajak Anda Mengikuti perkembangan alam dan keindahan dunia ini yang belum Anda ketahui selama ini.

Follow me on: Facebook | Twitter | Google+
×
Previous
Next Post »
Show Facebook Comments
Terima kasih sudah berkomentar
Copyright © 2013. Apa Saja Sih ! - All Rights Reserved | Template by Install Printer Driver | Modifikasi by Muchlis and Ichwan | Proudly powered by Blogger
| About Us | Contact Us |